Solar Subsidi Diduga Dipakai untuk Proyek Ilegal di Galesong, Aparat Masih Diam

Solar Subsidi Diduga Dipakai untuk Proyek Ilegal di Galesong, Aparat Masih Diam
Penimbunan Perumahan di Desa Aen Towa, Galesong

Kotamu.id– Di tengah padatnya pemukiman Perumahan Rachita Indah 2, Jalan Poros Galesong Utara, Desa Aene Towa, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar — dua alat berat tampak bekerja tanpa henti.

Mereka meratakan lahan empang yang kini berubah jadi hamparan timbunan tanah.

Bacaan Lainnya

Tak ada papan proyek. Tak ada penjelasan. Hanya debu, deru mesin, dan tanda tanya.

Warga sekitar mulai resah. Mereka heran, proyek sebesar itu bisa berjalan terbuka tanpa satu pun keterangan resmi.

Kecurigaan makin dalam saat sejumlah warga mendapati indikasi penggunaan BBM bersubsidi jenis solar untuk alat berat yang beroperasi di lokasi.

“Truk dan alat berat tiba-tiba masuk, menimbun setiap hari. Tidak ada penjelasan dari siapa pun. Kami bahkan tidak tahu tanahnya dari mana,” kata salah seorang warga, Minggu (6/10/2025).

Dugaan makin menguat bahwa material timbunan yang digunakan berasal dari lokasi tanpa izin tambang resmi.

Sumber tanahnya tidak jelas, dan hingga kini belum ada dokumen legalitas seperti izin reklamasi, AMDAL, maupun Kajian Lingkungan Hidup (KLH) yang bisa ditunjukkan ke publik.

Lebih ironis lagi, proyek itu berdiri di wilayah padat penduduk — tapi tak terlihat satu pun bentuk pengawasan dari pemerintah daerah.

Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Perikanan Dinas Perikanan Kabupaten Takalar mengaku pihaknya tidak memiliki kewenangan dalam urusan perizinan.

“Semua izin sekarang sudah melalui OSS, baik kegiatan ringan maupun sedang,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp.

Sementara itu, Kepala Bidang Lingkungan Hidup DLH Takalar, Rahmawati, memilih bungkam. Pesan konfirmasi yang dikirim hanya dibaca tanpa jawaban.

Aktivitas penimbunan tanpa izin ini kini menjadi buah bibir warga. Banyak yang menilai proyek tersebut berpotensi merusak lingkungan dan memicu konflik sosial, terutama jika benar menggunakan BBM bersubsidi serta material ilegal.

Pakar lingkungan menilai, jika benar tidak memiliki izin reklamasi dan dokumen AMDAL, pengembang bisa dijerat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.

Namun hingga kini, kegiatan di lapangan tetap berlangsung. Alat berat masih beroperasi. Truk-truk pengangkut tanah masih lalu-lalang.

Ketika ditanya mengenai izin, asal material, dan sumber BBM yang digunakan, pihak pengembang hanya menjawab singkat:

“kurang tahu Pak” Singkatnya

(Bersambung)

(Tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *